Jumat, 20 Agustus 2021

I miss the old-me

looking back far away in the past,
I see child, she's five; busy playing with dolls and some robots, her imagination make them alive. 

I see her smile, the pure one. No one got that beautiful lips curve like her do.

I hear her laugh, what a gorgeous melody. 

I watch her walk, with confident and proudly said to mom that she met new friends at school

I watch her grow, until twelve; when she met the motivation of life. 

Her eyes sparkling with joy, burn of passion

I remember when she said, "I will never be a vain, I"ll be the best psychologic ever and grow without regrets. I will make my parents and myself proud"

I'm jealous of her, I miss the old-self of mine. 

- Written by Valenuhea. 


Agust, 10th. 22.13 WIB 

Sabtu, 19 Oktober 2019

Bukan Pemotivasi atau sebuah motivasi. Namun, 'Coba pikirkan ulang'



Saya ketakutan, teramat sangat. 
Saya kecewa hingga merasa kalut.


Anda...
Pernah merasakan demikian?
Jangan merasa istimewa, semua orang pernah melewatinya.

Anda...
Pernah berpikir ulang sebelum melontarkan senapan?


Mari buat ini menjadi lebih sederhana.

Disuatu kondisi, dimana anda merasa terasingkan. Sendirian, ditengah keramaian. Lantas anda seketika merasa 'they ignore me', 'they do not love me', 'they hate me', 'they are toxic, I hate them so much' dan sebagainya. 

Wajar.
Itu hal yang wajar, saya sampaikan. 
Namun pernah mengesampingkan hal tersebut dan berfikir bahwa anda merupakan sumber dari bagaimana sikap seseorang terhadap anda? 

Tidak?

Begitulah dunia menilai anda. 

Egoist

Hanya mementingkan diri sendiri

Playing victim

Dunia begitu jahat, bukan? Sayapun demikian. Tidak semena-mena memberi motivasi yang nyatanya anda anggap kosong untuk kedepan. 

Jika tidak ditampar dengan keras, lalu kapan anda akan tersadar?

Orang-orang didunia berjalan pada circlenya. Anda hanya garis bantu yang terkadang tak dibutuhkan.

Mundur. Menyerahlah dengan keadaan. 



***



Karena anda memiliki lingkaran anda sendiri, sebuah yang cantik walau tak begitu luas. 

Anda yang patut menentukan siapa yang pantas lewat, siapa yang patut berbagi senyuman atau bagaimana anda menyelipkan sebuah rahasia kedalam lubang tanpa dasar, pula dapat mengangkatnya kepermukaan untuk diceritakan. 


Ini hidupmu, Ini lingkaranmu. 

Coba pikirkan ulang, siapa mereka yang lantas menganggu jiwamu?

Siapa mereka yang memengaruhimu dengan perkataan kosong yang mereka lontarkan?


Merasa jengkel dengan mereka yang tak mengerti dirimu, bukan?
Lantas mengapa tak memperbaiki diri terlebih dahulu, agar tak terseret bersama mereka?


You should think twice.




Valenuhea, to everyone who need this to slap their self. 

19st, Oct'19







Sabtu, 27 Oktober 2018

Cerpen Motivasi : Puan dan Tuan 2

Berbincang seperti kemarin, seakan ini adalah tempat yang patut dikunjungi setiap harinya

sampai topik ini kembali disinggung.


"sekiranya, sekolah tinggi mana yang mempunyai akreditasi menjanjikan?"


nah, baru kali ini sang puan bersuara. Bertanya dengan santainya. Bukan seperti yang lalu, sang Tuan bahkan dapat berkata panjang lebar hanya dengan melihat raut serta binarnya.


Sang tuan berhenti menyesap kopi barang sejenak, "Mungkin," ujarnya. Sengaja memberi jeda untuk menarik atensi Puan dihadapan.


"Mungkin, pertanyaan yang benar adalah Apakah saya cukup baik untuk sekolah tinggi?" Melirik sekilas sebelum melanjutkan, "Bukan maksud saya, namun memang begitu seharusnya. Kita tak pernah tahu apa yang ada diluar sana. Mungkin, calon mahasiswa diluar sana memiliki mindset yang lebih luar biasa dan itu yang membuat mereka menjadi pesaing hebat"


Hela napas dan derit kursi bernyanyi seiras. Puan tersebut beranjak, kemudian kurva lengkung tercipta sempurna di bibir sang Tuan.


"Jika begitu bimbing saya, saya pula ingin menjadi pejuang hebat" katanya lantang.


"Jika begitu buktikan pada saya, saya pula ingin melihat anda demikian" balas Tuan penuh tantang.






sincerely,

from Valenuhea
to Readers.

Ini saya, Sang Puan

It's been a while!
Are you doing good?


Harusnya sepucuk kata itu tersampaikan dengan baik, untuk ia 
Tuan yang amat saya rindukan, hampir tiga bulan bukan? hanya bertukar kabar pada awal dan kemudian hilang ditengah jarak.

Saya merindukannya, begitu sangat. sampai tak tahu harus bagaimana saat nada sambung terdengar.
Tidak, harusnya bukan seperti ini.
Ia sudah mencapai tujuannya, siapa saya yang berani mengacau?

Ini pilihannya, pula pilihan bodoh yang saya iyakan.
Bagaimana? saya mulai menyesal, tiga bulan saya habiskan dengan berperan sebagai pribadi memuakkan.

Extrovert, huh?
Sebuah kepribadian yang diharapkan semua orang untuk saya bersikap?
Bagaimana? lantas bagaimana saya katakan.

Sebuah semamngat menghilang dari hati saya, kemudian datang saat akhir pekan kembali.
Ia membuat saya segila ini, mengharapkan berbagai nasehat yang biasanya datang bertubi.
Saya, sang puan yang sedang kehilangan arah.

Ini bukan apa yang saya harapkan.
Diterima pada Universitas pilihan, eh?
Lantas bagaimana? 
Apa yang menjamin dari ini semua?

Saya harap ia disini, masuk kembali dalam zona aman yang saya buat begitu kokoh
Tak tersentuh dunia luar yang begitu kotor
Saya tak sudi, dengan mereka
Orang baru yang mengharap senyum sumringah terlontar dari saya yang palsu

Saya merindukannya, yang mungkin tak mengerti mengapa saya tak menjawab sekian kali panggilannya.
Saya berada pada batas akhir, berharap seseorang menarik saya mundur 
Saya berada pada ujung waktu, berharap seseorang menghentikannya
Saya berada pada krisis jati diri,
Seseorang dapatkah anda mencarikan satu untuk saya?

karena mereka mencuih pada saya yang asli
Namun, saya tidak sanggup bersikap palsu
Lantas bagaimana?

Tuan, Lihat saya


Tidak, Jangan menengok kebelakang
karena saya sedang hancur secara perlahan

Tuan, kumohon kembali



Tidak, jangan ulurkan tangan anda untuk kesekian
saya akan memotongnya bahkan jika itu harus


Tuan, saya rindu


Maaf, namun saya ingin anda tetap berada dijalan
dimana cahaya tetap mengikuti


Jangan,

Jangan lihat saya yang tenggelam akan kegelapan




Valenuhea, Berada di akhir yang harusnya masih awal
Sabtu, 27 Oktober 2018

to Reader

Hope you there



Sabtu, 12 Mei 2018

Cerpen motivasi : Puan dan Tuan 1 - Keep going

Kata Puan saya pilih untuk melambangkan wanita yang masih labil dalam kehidupan, belum mengerti arti dunia serta perlu bimbingan.

Kata Tuan saya pilih untuk melambangkan seseorang yang telah matang, fisik maupun mentalnya. dapat berupa motivasi maupun seseorang yang melindungi. tidak menggurui namun memberi arti.

Keep Going


Kafetaria mempunyai arti istimewa untuk kedua insan yang duduk saling berhadapan. Satu dengan Americano yang mengepul panas sedangkan yang lain dengan Ice capucinno yang sejuk bak embun pagi.

berbanding terbalik dengan raut keduanya, minuman nikmatpun tak bergeser barang se inchi sampai yang mengepul berubah datar dan yang sejuk tak lagi terlihat embunnya. Terlalu tenggelam dalam suasana canggung, begitu hening hingga suara pendingin ruanganpun terdengar nyaring.

Tuan menjilat bibir keringnya sekilas, berusaha terlihat tenang tuk menghadapi mataharinya yang sedang redup dihadapan. Ingin rasanya bertanya mengapa, walaupun dengan melihat saja ia sudah tahu betul apa penyebabnya. tenggelam dalam keadaan seperti ini bukanlah keahliannya. Memang, ia terlihat kaku dan dingin dari luar. Namun, Jika sudah menyangkut tentang Sang Puan ia bisa apa?

Ia menengok keluar, kemudian meringis begitu melihat senja yang kian turun. sebentar lagi berubah hitam pekat. 

"Hey, Puan"

Panggilan pelan ia lontarkan, berharap Puan tersebut mengangkat kepalanya yang setia menempel di meja. 

"Keep Going!" ujarnya semangat, cukup lantang untuk membuat beberapa atensi tertuju kepadanya. Ia berdehem singkat, baru sekali dalam hidupnya menghadapi keadaan dengan segini canggungnya. Sedikit kecewa dengan posisi Puan yang tak bergeming, Ia pun merendahkan kepalanya, Menggulang kata keep going sembari berbisik.

"Kau tak mengerti, Tuan. Ini benar-benar berat" gumaman kecil terdengar sebagai balasan. 

"Iya, saya mengerti. Maka dari itu sedari tadi saya terus mengatakan 'keep going'. Bukan bermaksud tidak peduli, namun itu sebuah motivasi. Nah sekarang, kita berada di jalan yang sama - Yang kemudian katanya pula akan berakhir di tujuan yang sama-. Jika anda berhenti di tengah jalan, Apakah mungkin bagi kita untuk sampai pada saat yang sama pula? Keep Going! Jalan saya pun penuh kerikil, terkadang berakar membuat saya tersandung. Namun tak pernah saya berpikir untuk menyerah dan kembali ke awal, ini yang namanya perjuangan! Harus kita jalani sampai akhir, Jangan sampai angan-mu di ujung jalan sana terbang ke pundak orang lain disaat pundak anda penuh dengan beban dan keraguan" 

Ia berbicara, panjang lebar. Bagai pemotivasi ulung. Detik berikutnya tersenyum singkat melihat Puan yang sedang menatapnya.

"Tenang saja, saya bersama anda. Jangan takut melangkah, Saya yakin anda yang terkuat"

Percakapan berakhir begitu saja, saat Sang Puan beranjak dan menggenggam Sang Tuan dengan erat sebagai tanda terima kasihnya.




Sincerely,
From Valenuhea
to readers.







Jumat, 14 April 2017

Naskah Drama 8 orang : Batu menangis

BATU MENANGIS


Pemeran : Kelompok 2


Elda Eftika Sebagai Gracia (Anak Kedua Bu Susi) Antagonis (Tokoh utama I)

Anisah Kurnia Putri sebagai Bu Siska (Ibu Taufik dan Simon) Pemeran Pembantu, Protagonis

Danang Kurniawan sebagai Taufik (Anak Bu Siska) Peran pembantu, Protagonis

Dwi sinta ramayani sebagai Bu Susi (Ibu Gracia) Protagonis (Tokoh utama II)

Nadya Dwicahya sebagai Aulia (Anak ketiga Bu Susi) Peran Pembantu, Protagonis

Naisya sebagai Anya (Anak pertama Bu Susi) Peran pembantu, Protagonis

Rahmawati Dwinanti P. Sebagai Aya (Anak keempat Bu Susi) Peran pembantu, Protagonis

Ramadoni sebagai Simon (Anak Bu Siska) Peran pembantu, Protagonis


 Konon, Dahulu kala. Di sebuah kota kecil di Kalimantan. Hiduplah sebuah keluarga yang sederhana. Mereka adalah seorang ibu dan ke 4 anaknya. Sang kepala keluarga telah meninggalkan mereka sejak 15 tahun yang lalu. Hidup dalam kesederhanaan menuntut mereka untuk mengasah kemandirian. Dan beruntungnya mereka dikelilingi oleh para tetangga yang baik hati. 



(scene 1 : Pagi hari di Rumah Bu Susi) 


Taufik & Simon : “Assalamu Alaikum”
 Bu Susi : “Walaikum salam. (Keluar Rumah) Oh. Nak Taufik, Nak simon? Ada apa? Mari masuk.”

Simon : “Ini bu, ada sedikit makanan dari kami. Maaf Jika rasanya kurang sedap, Mahklum buatan anak laki-laki.” (tersenyum canggung)

Bu Susi : “Wah kelihatannya enak. Terima kasih Nak, maaf jika merepotkan.”

Taufik : “Jangan sungkan Bu, kehidupan bertetangga memang harus tolong menolong.” (Gracia lewat dengan angkuhnya)

Gracia : “Eh Apaan tuh ! Makanan murah begitu saja pakai dibagi-bagi segala!”

Bu Susi : “Gracia, Jaga omonganmu nak” (dengan nada lemah lembut) (gracia memutar bola matanya jengah kemudian berlalu)


Bu Susi : “ Jangan diambil hati perkataan Gracia tadi, Ibu yakin ia tak bermaksud begitu”

Simon : “ Tidak apa-apa Bu, sudah biasa melihat tingkahnya itu”

Bu Susi : (tersenyum canggung) “Sekali lagi ibu minta maaf, tunggu sebentar biar Ibu ambilkan minum”

Taufik : “Tidak perlu Bu, Lagipula kami buru-buru.”

 Bu Susi : “Ya sudah jika begitu. Terima kasih atas makanannya.”

Taufik & Simon :” Sama-sama Bu, Kami pamit dulu. Assalamu Alaikum.”

Bu Susi : “Walaikum Salam.”

Didalam rumah...

Aya : “ Wah! Dapet makanan ya bu? Dari siapa?” (Nada senang)

Bu Susi : “ Iya, Dari Kak Taufik sama Kak Simon” (Mengelus kepala Aya)

Anya : “ Alhamdulillah kalo gitu Bu, Jadi kita ga perlu bingung mau makan apa hari ini”

Gracia : “ Cih! Dikasih makanan murahan kayak gitu aja udah seneng. Dasar orang miskin!”

Anya : “Gracia! Harusnya kamu bersyukur karena masih ada yang perhatian sama kita. Umur Ibu udah mulai senja, ga mampu lagi ngerjain yang berat-berat. Kami pontang panting cari uang dan kamu cuma bisa mengeluh setiap hari. Kamu ga pernah mikirin perasaan Ibu ya?”

Gracia : “Oh gitu! Jadi selama ini kalian nganggep aku sebagai beban keluarga, iya?!”

Aulia : “ Kak, bukan gitu... Tapi kak Anya ada benernya juga. Kita memang mesti bersyukur”

Gracia : “Syukur melulu yang kalian bicarain! Aku bakal buktiin ke kalian semua. Rezeki itu tergantung kerja keras! Bukan rasa syukur yang kalian bilang. Udahlah, bosan dirumah yang kayak neraka.” (Pergi)

Ditengah perjalanan Gracia bertemu Taufik dan Simon 

Taufik : “Gracia, Kamu mau kemana?”

Simon : “Iya, Kok terburu-buru sekali?”

Gracia : “Apa urusanmu Bujang buntu, Jangan urusi urusanku!” (Aduh pusing! gimana ini, Aku harus cari akal agar bisa dapat uang) 

Gracia pulang kerumah dengan pikiran yang berkecamuk. Tak menghiraukan Ibu dan para saudaranya. Bergegas masuk kekamar dan pergi tidur. 

(Scene 2 : Keesokkan Harinya) 

 Gracia : “Ibu! Ibu! Mana sarapannya?! Aku lapar!” (Berteriak) (Bu Susi datang dari Dapur)

Bu Susi : “ Iya nak, tunggu. Kayu bakar kita habis. Ibu jadi tak bisa memasak. Tolong kamu tunggu sebentar”

Gracia : “Apa-apaan ini bu! Ibu mau aku sakit ya?! (Bergerak seperti menampar) (Aya dan Aulia menghampiri)

Aya dan Aulia : “Stop Kak! (mencoba menghentikan) Kenapa kakak mau memukul Ibu?”

 Gracia : “Kalian itu masih kecil! Jangan ikut campur urusan orang dewasa deh!”

Kemudian Gracia bergegas pergi ke rumah Taufik dan Simon untuk meminjam uang. 

(Scene 3 : Di Rumah Bu Siska) 

Gracia : “ Halo! Halo! Apa ada orang?!”

Taufik : “ Waalaikum mussalam. Astagfirullah haladzim. Gracia, Ucapkan salam sebelum bertamu kerumah orang”

 Simon : “Tumben kamu kemari, Ada apa?”

Gracia : “Minggir dulu, aku mau masuk. (masuk kemudia duduk dengan kaki di atas meja) Jadi gini, aku mau minjem uang sama kalian”

Taufik : “Gracia, Tolong jaga sikapmu dan turunkan kakimu itu” S

imon : “Benar Gracia. Jaga sopan santunmu. Lagi pula berapa uang yang ingin kau pinjam?”

Gracia : “Sekitar sepuluh juta aja. Aku mau pergi ke luar kota”

Simon : “ Jadi kamu mau meninggalkan Ibumu? Tega kamu ya”

Taufik : “Kami tidak akam memberi pinjaman jika kamu berniat buruk. Namun jika itu untuk keperluanmu... Ini, kami berdua hanya punya uang dua ratus ribu. Ambillah, berikan pada Ibu serta saudaramu untuk membeli makan dan biaya sekolah.”

Gracia : “Bagus, Sini uangnya! Berapa adanya biar kupinjam dulu”

 Simon : “Ingat Gracia. Jangan dipergunakan untuk hal yang tidak baik”

Sesaat Gracia keluar dari Rumah Taufik dan Simon... 

Gracia : (Menengok kembali ke rumah Taufik) Sepertinya, Rumah ini menyimpan banyak harta. Dasar anaknya saja yang pelit! Hanya meminjamkan dua ratus ribu padahal rumahnya semewah istana. Kamar utama, Sepertinya banyak barang berharga yang dapat ku jual dan dijadikan uang”


 Gracia melancarkan aksinya pada malam hari. Saat merasa tak ada satupun orang yang Terjaga. Ia mengendap-endap memasuki rumah tersebut tanpa menyadari bahwa ia sedang di awasi oleh seseorang. Di lain tempat. Matahari yang tadinya bersinar terang kini telah tenggelam, digantikan oleh sang rembulan dan para bintang. Bahkan sampai matahari akan menampakkan sinarnya kembali Sang anak tak kunjung pulang kerumah. Meninggalkan rasa khawatir yang amat sangat dihati Bu Susi yang rela tak tidur semalaman. 


Aya : “ Ibu?” (Memanggil dengan nada serak khas bangun tidur)

Bu Susi : “ Oh Aya, (Juga melihat Ke arah Aulia dan Anya) kalian sudah bangun nak? Ini bahkan baru jam tiga pagi”

Aya : “ Ibu tak ada di kamar, tidur Aya jadi tak nyenyak” (merengek)

 Bu Susi : “ Ibu masih menunggu kakak, Dari semalam kakakmu belum kembali”

Anya : “ Untuk apa ibu menunggu kedatangan anak pembangkang itu? Sekalian tidak usah kembali jika bisa”

Bu Susi : “Hush! Jangan begitu pada adikmu. Dia hanya perlu sedikit di nasehati”

Aulia : “ Bukan sedikit Bu, Tapi banyak! Sudah sering Ibu dan kak Anya menasehatinya, namun tak satupun yang didengarkan?”

Aya : “Lagipula, Apa yang dilakukan kak Gracia sampai subuh begini ya, Bu?”

Bu Susi : (Menggeleng sembari mengelus rambut Aya sayang)


 Tak lama kemudian... Tok Tok Tok!! (Suara ketukan pintu yang keras) 


Gracia : “Bu, Buka pintu bu!! Woy, ada orang ga sih?!”

Aulia : “Iya kak sebentar” Gracia : “Dasar lelet! Buka pintu aja lama banget” (Melenggang masuk)


 Di dalam rumah... 


Aya : “Kak, kakak dari mana aja? Kok subuh baru pulang?”

Gracia : (Berjongkok didepan sang adik) “Eh bocah, Jangan sok ikut campur urusan orang dewasa ya! Kamu tuh masih kecil, Mending diem aja deh!” (mendorong kepalanya pelan, Kemudian bangkit dan memamerkan sejumlah uang)

Anya : (Bersedekap) “Dapet uang sebanyak itu darimana kamu, grac?”

Gracia : “Mau tau aja, ngiri yah?”

Bu Susi : “Kamu ga nyuri, kan Nak?”

Gracia : “ Ibu tuh yah! Pikirannya selalu buruk tentang aku! Ibu kira aku ga bisa ngasilin uang apa?”

Aulia : “Tapi, dapet uang sebanyak itu dalam waktu sehari semalam rasanya mustahil kak”

Gracia : “Udahlah! Capek ngomong sama kalian semua! Terutama sama Ibu! (menunjuk Bu Susi) Emang kenapa kalo aku nyuri? Toh ga bakal ketauan juga, emasnya udah aku tuker sama uang!” (keceplosan)

Bu Susi : “Astagfirullah nak. Jadi bener? Nyuri itu dosa nak, Dosa.”

Gracia : “Halah! Persetan dengan dosa, Bu. Yang penting uang ditangan. Udah ah! Aku capek, mau tidur”



Paginya, terdengar suara ribut dari pelataran rumah. Membuat Bu Susi yang penasaran menuju kesana. 



 Bu Susi : “ Nak Taufik. Ada apa ini ribut-ribut?” (Bertanya panik) Belum sempat Taufik menjawab, Seorang Ibu-ibu dengan banyak perhiasan menyahut marah.

Bu Siska : “Mana anakmu yang bernama Gracia itu? Cepat suruh ia keluar, Dasar anak kurang ajar”

Taufik : “Tenang dulu Bu, Permasalahan begini pasti bisa kita selesaikan baik-baik”

Bu Siska : “Tenang apanya! Gimana mau tenang kalo emas Ibu hilang dicuri! Gracia! Gracia! Keluar kamu anak kurang ajar!” (Gracia keluar)

Gracia : “Apa sih ribut-ribut! Orang lagi tidur juga”
 
Bu Siska : “ Oh... Jadi ini yang namanya Gracia?! Cepat kembalikan emasku yang kau curi!”

Gracia : “A-Apaan sih?! Emas apa emangnya? Aku ga nyuri apapun kok” (Nada Gelisah)

Simon : “Lebih baik kamu mengaku, Gracia. Aku melihatmu masuk ke Rumahku dengan mata kepalaku sendiri semalam. Jadi, Jangan berbohong”

Gracia : “Buktinya apa kalian menuduhku begitu? Aku bahkan tak punya emas sedikitpun. Ibuku ini sangat miskin, Kalian tahu itu kan?”

Aya : (Muncul dari dalam rumah, Membawa berlembar-lembar uang yang dibawa Gracia semalam.) “K-kakak sendiri kan yang bilang emasnya sudah ditukar dengan uang ini”

Bu Siska : “Nah, adikmu sendiri sudah mengaku. Masih mau mengelak kamu, Hah?! Dasar anak penjahat!”

Gracia : (matanya bergerak tak tentu arah mencari alasan) “I- Ibu! Iya, Ibu! Ibuku yang sangat miskin ini yang menyuruhku mencuri! Karena ia tidak mampu untuk memberi makan kami berempat. Mangkanya ia menyuruhku mencuri. Iya, karena itu.” (berujar cepat)

Bu Susi : “ Apa maksudmu Gracia? Ibu bahkan tak tahu menahu tentang masalah ini”
Gracia : “Sudahlah bu! Jangan sok suci dan berlagak tak tahu apapun, Padahal Ibu yang menyuruhku mencuri”

Bu Susi : “Sampai hati kamu menuduh Ibu kandungmu sendiri seperti itu nak, Sampai hati kamu?! (nadanya meninggi) Ibu mengurusmu dari kecil tanpa mengeluh dan ini balasan dari kamu?! Ibu sudah sangat sabar menanggapi sikap keras kepalamu yang lebih keras dari batu! “



Langit bergemuruh hebat. Seakan menyahut jeritan amarah sang Ibu yang merasa luar biasa sakit hati. Tubuh Gracia perlahan-lahan mengeras tak bisa digerakkan. Mengeras bagaikan batu seperti yang diucapkan. Membuka pikirannya dan merasa menyesal. Mengucapkan maaf dalam hati tanpa bisa lagi diucapkan. Menuangkan rasa menyesalnya melalui airmata yang tak berhenti mengalir deras. 



TAMAT 





p.s : Kisah "Batu Menangis" mempunyai banyak versi cerita, dan naskah drama ini murni dibuat dari hasil imajinasi sendiri.  Semoga dapat bermanfaat 

Kritik dan Saran diterima dengan tangan terbuka, karena saya hanya seorang amatir yang perlu banyak belajar.
Jika ada pihak yang merasa dirugikan, saya dengan lapang dada akan menghapus work ini.

Terima kasih

from Valenuhea
to reader.

I miss the old-me

looking back far away in the past, I see child, she's five; busy playing with dolls and some robots, her imagination make them alive.  I...